Sabtu, 20 Maret 2010

makalah antropologi budaya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Mengkaji suatu hal dari aspek filsafat, dikatakan oleh banyak orang bukan perkara yang mudah. Beberapa hal perlu diperhatikan dan dikuasai. Tentunya yang utama adalah kemampuan berpikir filsafat seperti berkipikir secara radikal (berpikir sampai pada hakikatnya yang terdalam), bebas, bertanggungjawab, sistematik, dan universal.
Selain itu dikatakan pula mempelajari filsafat atau kata filsafat itu sendiri seolah-olah tidak mempunyai asosiasi dengan hal yang konkrit. Kata filsafat lebih memunculkan suatu bayangan atau persepsi yang abstrak, berfantasi, dan imajinatif. Ruang lingkup filsafat seolah-olah hanya mengenai suatu hal yang tidak riil atau tidak nyata.
Semua pendapat itu menurut kami tidak sepenuhnya benar. Terutama untuk orang-orang yang mau berpikir tentang sesuatu secara mendalam, filsafat menurut kami dapat meningkatkan kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu. Bukan hanya yang abstrak saja tetapi juga yang riil atau konkrit. Hal itu karena filsafat mengembangkan pola pemikiran dengan metode dialektika. Ada tesis, anti tesis dan sintesis yang ketiga aspek tersebut membuat pemikiran manusia jadi terus berkembang.
Dari metode berpikir filsafat tersebut kami mencoba untuk berpikir apa Pancasila itu sebenarnya? Kalau dijawab sebuah ideologi bangsa, apakah seluruh bangsa Indonesia telah menerapkan dan melaksanakan hal tersebut? Kalau dijawab belum, lalu apakah pantas dikatakan Pancasila itu sebagai ideologi bangsa Indonesia?
Dari pertanyaan itu, saya teringat dengan pernyataan yang pernah disampaikan Bapak Drs. I Nyoman Pursika, M.Hum. dalam sebuah perkuliahan Filsafat Pancasila. Beliau menyatakan bahwa untuk memahami Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, perlu sebuah pemikiran yang mendalam untuk mencari unsur substansialnya. Ibarat menilai diri sendiri kita harus keluar dari diri kita, menilai dan memahami Pancasila harus melepaskan Pancasila dari unsur-unsur aksidensianya (unsur yang melekati Pancasila itu). Hal tersebut berkaitan erat dengan tugas yang diberikan Bapak Drs. I Nyoman Pursika, M.Hum. kepada kelompok kami tentang bagaimana Pancasila dikembangkan dari sudut pandang metafisika.
Lalu bagaimana menilai Pancasila secara mendalam? Bagaimana Pancasila dipandang dari sudut metafisika? Hal itulah yang akan dibahas dalam makalah kami ini.

1.2. Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang di atas di atas dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan metafisika?
1.2.2. Apa saja cabang-cabang metafisika?
1.2.3. Bagaimana Pancasila jika dikaji dari sudut pandang cabang-cabang metafisika?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan panulisan dari makalah ini yaitu:
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian dari metafisika.
1.3.2. Untuk mengetahui apa saja cabang-cabang metafisika dan penjelasannya.
1.3.3. Untuk mengetahui bagaimana Pancasila jika dikaji dari sudut pandang cabang-cabang metafisika.
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun beberapa manfaat yang dapat kami uraikan dalam penulisan makalah ini yaitu:
1.4.1. Kita dapat mengetahui pengertian dari metafisika.
1.4.2. Kita dapat mengetahui apa saja cabang-cabang metafisika dan penjelasannya.
1.4.3. Kita dapat mengetahui bagaimana Pancasila jika dikaji dari sudut pandang cabang-cabang metafisika.
1.5. Metode Penulisan
Adapun metode yang penulis gunakan dalam menyelesaikan makalah ini adalah metode kepustakaan, dimana penulis mencari literatur dan referensi yang ada kaitannya dengan Pancasila yang dilihat dari sudut pandang metafisika, kemudian penulis menyimpulkannya dengan terstruktur menjadi sebuah makalah.











BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Metafisika
Persepsi yang muncul ketika kami mendengar kata metafisika tentunya adalah pelajaran fisika yang kami terima di SMP dan SMA. Pelajaran tersebut bagi kami banyak melibatkan rumus-rumus dan konsep tentang keberadaan alam, sehingga persepsi kami langsung mengidentikkan antara fisika dengan metafisika ini.
Namun setelah kami pelajari, ternyata metafisika sangat berbeda dengan fisika. Jika fisika banyak mempelajari tentang fenomena-fenomena yang terjadi di dalam jagat raya ini, metafisika justru mempelajari hal-hal yang berada di balik gejala-gejala di jagat raya seperti, bergerak, berubah, hidup, dan mati. Perbedaan antara fisika dan metafisika bisa digambarkan sebagai berikut.
Metafisika berasal dari kata meta ta fisika yang artinya ialah sesuatu yang adanya setelah fisika. Oleh Aristoteles metafisika disebut sebagai filsafat pertama. Metafisika ialah cabang filsafat yang menyelidik prinsip-prinsip pertama dari suatu hal. Metafisika dapat didefinisikan sebagai studi atau pemikiran tentang filsafat yang terdalam (ultimate nature) dari kenyataan atau keberadaan.
Tentang bagian-bagian dari metafisika itu sendiri, beberapa pakar memiliki pendapat-pendapat yang berbeda satu dengan yang lainnya. Diantaranya,
a. Pendapat Kattsoff, dalam bukunya Elements of Philosophy, Kattsoff (1963) membagi metafisika menjadi:
Ontologi yang membicarkan tentang: ada, realita, eksistensi, kenampakan, substansi, perubahan, satu, dan banyak.
Cosmologi yang membicarakan tentang: ruang, waktu, gerakan.
b. Pendapat Taylor, dalam bukunya Elements of Metaphysic, Taylor (1924) membagi metafisika menjadi:
ontologi
kosmologi
psikologi yang rasional
c. Pendapat Christian Wolff, dalam bukunya Discursus Praeliminaris de Philosophia in Genare (1728), ia mengemukakan bahwa metafisika terdiri atas:
ontologi
cosmologi
psikologi
teologi
d. The American College Dictionary, di dalam kamus tersebut metafisika terdiri atas:
ontologi (ilmu pengetahuan tentang yang ada)
kosmologi (ilmu pengetahuan tentang struktur alam semesta)
epistemologi (filsafat pengetahuan)
e. The Columbia Encyclopedia, di dalam ensiklopedi ini metafisika terdiri atas:
ontologi
teologi
psikologi
epistemologi
kosmologi

2.2. Cabang-cabang metafisika
Mengingat bervariasinya cabang atau bagian metafisika dari berbagai pakar, dalam makalah ini kami mencoba menyimpulkan ada tiga cabang yang penting yaitu, ontologi, kosmologi, dan antropologi. Namun karena cabang antropologi dibahas oleh kelompok empat, kami hanya menjelaskan cabang filsafat ontologis dan kosmologi saja.
2.2.1. Ontologi
adalah cabang metafisika yang membicarakan hakekat segala sesuatu. Oleh karena itu ada yang menyamakan arti ontologi dengan metafisika itu sendiri. Yang dibicarakan oleh ontologi antara lain ialah substansi, esensi, dan realita. Pertanyaan mengenai hakekat segala sesuatu menimbulkan berbagai jawaban, contohnya apa hakikat manusia, apa hakikat hewan dan sebagainya. Jawaban terhadap pertanyaan itu berupa aliran-aliran kefilsafatan antara lain:
a. Idealisme. Aliran ini mengajarkan bahwa kenyataan adalah ide. Oleh karena itu terhadap pertanyaan mengenai apakah hakekat segala sesuatu, aliran ini menjawab bahwa segala sesuatu berasal dari ide. Ide yang tentunya ada dalam pikiran manusia yang dianggap baik dan bagus yang tentunya tidak menggambarkan kebenaran yang sesungguhnya.
b. Materialisme. Aliran ini berpendapat bahwa kenyataan adalah materi. Materi adalah sesuatu hal yang kelihatan, dapat diraba, berbentuk, dan menmpati ruang. Hal-hal yang bersifat kerohanian, seperti pikiran, jiwa, dan keyakinan itu hanyalah ungkapan proses kebendaan. Manusia yang memiliki unsur materialisme yang kuat di dalam pikirannya, akan berpandangan tentang sesuatu selalu dari ukuran materi. Dalam mengambil keputusan selalu diperhitungkan mana yang lebih menguntungkan dari sisi materi. Sehingga banyak realita yang menunjukkan orang yang materialismenya kuat di dalam dirinya akan merasa sangat tertekan (depresi) jika kehilangan sesuatu dalam bentuk materi, contohnya orang yang dicintai, harta, dan lain-lain.
c. Vitalisme. Aliran ini berpendapat bahwa hidup baik dalam diri manusia maupun organisme lainnya adalah kenyataan yang sebenarnya. Dalam setiap organisme hidup memiliki asas hidup yang memimpin dan mengatur gejala hidup dan menyesuaikannya dengan tujuan hidup. Contohnya, setiap manusia harus bekerja karena manusia dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik sandang, pangan maupun papan. Jenis pekerjaannya pun berbeda sesuai dengan perkembangan jaman. Manusia yang harus memenuhi kebutuhan hidupnya itulah termasuk salah satu asas hidup.
d. Pluralisme. Aliran ini berpendapat bahwa kenyataan adalah banyak, ada berbagai bentuk kenyataan yang mempunyai hubungan satu sama lain. Dan hubungan tersebut bersama-sama menyusun atau membentuk sesuatu.
Aliran-aliran yang telah dijabarkan diatas bisa disimpulkan dalam gambar sebagai berikut.
2.2.2. Kosmologi
adalah cabang metafisika yang membicarakan segala sesuatu yang ada yang teratur. Yang dibicarakan adalah tentang ruang, waktu, dan gerakan. Membahas dari tinjauan ruang berarti membahas tentang ruang lingkup dari sesuatu. Ruang lingkup tersebut bisa didapatkan secara implisit atau eksplisit dari hal tersebut. Membahas dari tinjauan waktu berarti kita membahas tentang mula dan akhir dari sesuatu tersebut. Tentunya, pemikiran tentang mula dan akhir dari sesuatu itu menggunakan kajian historis yang nantinya dikombinasikan dengan pemikiran yang mendalam dari manusia itu sendiri tentang esensi sesuatu itu. Membahas dari tinjauan gerakan, berarti membahas tentang bagaimana perkembangan suatu hal. Apakah pekembangannya akan dinamis atau statis.

2.3. Pancasila dikaji dari cabang-cabang metafisika
Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia bisa kita kaji dari cabang-cabang metafisika. Cabang-cabang metafisika yang kami gunakan untuk mengkaji Pancasila adalah ontologis dan kosmologis.
2.3.1. Pancasila dikaji dengan pendekatan ontologis
Mempelajari Pancasila melalui pendekatan ontologi berarti mencari realita yang terdalam dari Pancasila itu sendiri. Dalam makalah ini bagian dari Kajian ontologis yang digunakan adalah pendekatan esensi, substansi, dan realita.
Pendekatan esensi
Esensi sila-sila Pancasila. Masing-masing sila dicari apa yang menjadi inti atau sari atau esensinya. Diketemukan esensi yaitu:
Ketuhanan sebagai esensi sila pertama
Kemanusiaan sebagai esensi sila kedua
Persatuan sebagai esensi sila ketiga
Kerakyatan sebagai esensi sila keempat
Keadilan sebagai esensi sila kelima
Pengertian masing-masing esensi. Kata-kata tersebut mempunyai pengetian sebagai berikut :
Ketuhanan adalah kesesuaian dengan hakekat Tuhan
Kemanusiaan adalah kesesuaian dengan hakekat manusia
Persatuan adalah kesesuaian dengan hakekat satu
Kerakyatan adalah kesesuaian dengan hakekat rakyat
Keadilan adalah kesesuaian dengan hakikat adil
Isi dan luas suatu pengertian. Di dalam logika diajarkan bahwa isi dan luas suatu pengertian mempunyai perbandingan berbalikan. Makin kecil isinya, main besar luasnya dan makin besar isinya, makin kecil luasnya. Untuk mengerti hal tersebut bisa digambarkan dalam bagan berikut dengan mengambil contoh inti esensi sila kedua Pancasila,
Dari gambar diatas bisa dijelaskan jika kita berbicara manusia, ruang lingkupnya sangat luas. Bisa jadi yang dimaksud adalah seluruh manusia yang ada di dunia. Namun jika kita bandingkan dengan orang Kerambitan, pengertiannya pasti orang-orang yang berasal atau ada di Kecamatan Kerambitan. Hal ini membuktikan yang diliputi oleh esensi sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil itu adalah luas sekali. Dari esensi sila-sila yang luas tersebut, dapat kami jelaskan hakekat sila-sila itu sebagai berikut,
a. Hakekat Tuhan
Hakekat Tuhan sebenarnya sulit untuk diketahui. Immanuel Kant berpendapat manusia hanya memahami fenomena belaka dan tidak akan mungkin mengetahui apa yang ada di balik fenomena itu (nomena). Karena itu pula manusia tidak mungkin mengetahui hakekat Tuhan dengan akalnya.
Oleh karena sulit menjelaskan hakekat Tuhan, akan lebih mudah rasanya jika menjelaskan sifat-sifat Tuhan. Tuhan mempunyai sifat-sifat yang tak terbatas misalnya Maha Besar, Maha Pengasih, Maha Pemurah, Maha Mengetahui dan sebagainya.
Dengan mengemukakan berbagai sifat tersebut di atas saya berpendapat bahwa apa yang berlaku di negara kita baik yang mengenai kenegaraan, kemasyarakatan maupun perorangan harus sesuai dengan sifat-sifat itu. Dalam hal ini bangsa Indonesia mengetahui bahwa salah satu sumber nilai adalah nilai yang bresumber pada Tuhan. Pengakuan ini sekaligus juga berarti keharusan manusia Indonesia untuk taqwa kepada Tuhan yang menjalankan segala perintahNya dan tidak melanggarnya.
Dengan ini pula kegiatan negara seperti merealisasi tujuannya, melaksanakan keadilan, menjalankan kekuasaan, dan sebagainya seharusnya sesuai dengan hakekat Sila pertama antara lain sesuai dengan sifat-sifat Tuhan. Demikian pula organisasi apa saja di dalam masyarakat harus menunjang apa yang dilakukan pemerintah yang dengan sekuat tenaga ingin merealisasi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan rakyat Indonesia.
b. Hakekat Manusia
Membahas tentang hakekat manusia, berarti membahas tentang apa manusia itu sesungguhnya. Banyak pendapat yang mencoba menggali hakekat manusia itu sesungguhnya. Dari sekian pendapat tersebut, kami menggunakan hakekat manusia berdasarkan Notonagoro yang dapat dilukiskan sebagai berikut,


Menurut kodratnya, manusia pada hakekatnya terdiri atas jiwa dan tubuh. Jiwa terdiri atas akal, rasa dan kehendak, sedang tubuh terdiri atas unsur-unsur benda mati, tumbuh-tumbuhan dan binatang. Oleh karena jiwa dan tubuh merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, bahkan merupakan kesatuan, maka aliran yang diajarkan disebut mono-dualisme atau dwi tunggal.
Menurut kodratnya, manusia pada hakekatnya bersifat makhluk individu dan sosial. Keduanya merupakan satu kesatuan yang bulat, karena itu alirannya dinamakan mono-dualisme atau dwi tunggal.
Menurut kodratnya, manusia berkesusukan sebagai makhluk yang berdiri sendiri dan makhluk Tuhan. Keduanya juga tidak dapat dipisahkan. Karena itu alirannya dinamakan mono-dualisme atau dwi tunggal.
Jika seluruhnya dijadikan satu yaitu baik hakekat, sifat maupun kedudukannya. Maka aliran yang diajarkan dinamakan mono pluralisme. Karena itulah manusia adalah makhluk mono dualistik atau mono pluralistik.

c. Hakekat Satu
Satu merupakan sesuatu yang mempunyai esensinya sendiri. Ia memiliki ciri khasnya sendiri atau dengan kata lain mempunyai kepribadiannya sendiri. Ia merupakan sesuatu yang bulat, tidak dapat dipecah-pecahkan, karena itu ia adalah suatu individu.
Persatuan Indonesia pada hakekatnya berarti bahwa seluruh rakyat, suku, budaya, dan bangsa Indonesia merupakan satu kesatuan. Bangsa Indonesia mempunyai kepribadiannya sendiri, mempunyai ciri khasnya sendiri sehingga dapat dibedakan dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia mempunyai satu bahasa, mempunyai satu tanah air, dan merupakan satu bangsa. Bhinneka Tunggal Ika.
d. Hakekat rakyat
Rakyat adalah salah satu unsur mutlak Negara. Rakyat adalah seluruh manusia yang bertempat tinggal di suatu negara dan yang menjadi pendukung dan Unsur Negara tersebut. Istilah hakekat rakyat menunjukkan bahwa yang penting adalah keseluruhan bukan bagian-bagian. Oleh karena keseluruhan terdiri atas bagian-bagian, meskipun yang pokok adalah keseluruhan sebagai kesatuan, namun karena bagian-bagianlah yang menyusun dan yang merupakan unsur keseluruhan itu, maka antara keseluruhan dan bagian ada hubungan yang erat. Karena itu pula harus ada kerjasama, harus ada gotong royong. Mereka harus sama-sama bekerja, yaitu dari mereka, oleh meraka, dan untuk mereka. Mereka harus menjawab tantangan secara bersama dan memecahkan problem secara bersama.
Dalam hal inilah mereka harus dipimpin oelh hikmah kebijaksanaan. Mereka harus mencapai mufakat melalui musyawarah. Mereka tidak menitikberatkan pada menang atau kalah, akan tetapi musyawarah untuk mufakat, meskipun bilamana tidak ada jalan lain dapat melalui pemungutan suara.
Prinsipnya yang berdaulat atau yang berkuasa adalah rakyat, sedang palaksanaanya dilakukan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Cara yang mereka jalankan untuk menyalurkan kehendak rakyat itu melalui permusyawaratan agar supaya tercapai mufakat sebagai hasil kerja bersama atas dasar kejujuran dan keikhlasan.
e. Hakekat Adil
Memberikan kepada diri sendiri dan orang lain apa yang mestinya menjadi haknya adalah adil. Berbicara tentang adil berarti berbicara tentang hak. Istilah hak pada hakekatnya mempunyai sisi yang berkebalikan yaitu wajib. Walaupun berkebalikan hak dan kewajiban memiliki hubungan yang erat dan saling melengkapi satu dengan yang lain.
Inti dari adil sesungguhnya adalah harmoni. Harmoni adalah seimbang, berjalan beriringan, dan tepat sasaran dalam dimensi waktu dan kegunaan. Ini berkaitan erat dengan manusia yang memiliki hak dan kewajiban. Keinginan manusia untuk menuntut hak harus dilandasi dengan situasi dan keadaan, sedangkan tuntunan manusia untuk melakukan kewajibannya harus dilakukan dengan penuh keikhlasan.
Pendekatan Substansi
Substansi berasal dari kata sub dan stare artinya hypo dan statis atau berdiri di bawah. Substansi berarti sesuatu yang ada, yang mandiri, yang unsur-unsurnya berasal dari dirinya sendiri. Lalu pertanyaannya apakah unsur-unsur Pancasila berasal dari dirinya sendiri?
Untuk membuktikan bahwa Pancasila adalah suatu substansi, kita harus menunjukkan bukti-bukti bahwa unsur-unsur Pancasila itu memang dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Dan memang benar bahwa unsur-unsur Pancasila telah terdapat di dalam kebudayaan, adat istiadat, kepercayaan, agama, bangsa dan rakyat Indonesia. Buktinya dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Bukti fisik atau berupa benda, misalnya masjid, gereja, candi, balai agung, balai desa, balai dewan, dan lain-lain.
• Bukti non-fisik atau tidak berupa benda, misalnya kegiatan sembahyang di pura, upacara adat, memberikan bantuan untuk korban bencana alam, kerja bakti, gotong royong, dan lain-lain.
• Bukti-bukti lainnya, misal peranan agama dan rakyat di dalam kehidupan pemerintah pada jaman Majapahit, Sriwijaya, Singasari, dan lain-lain.
Unsur-unsur yang terdapat di dalam diri bangsa Indonesia inilah yang kemudian digali, diusulkan untuk kemudian menjadi dasar negara Indonesia. Jadi jelas bahwa unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri dan bukan jiplakan dari luar.
Pendekatan Realita
Realita adalah nyata, ada sungguh-sungguh, bukan kenampakan, bukan ilusi, dan bukan juga fatamorgana. (Sunoto: Mengenal Filsafat Pancasila). Jika kita mengatakan bahwa Pancasila itu adalah suatu realita, kita harus dapat membuktikan bahwa Pancasila telah diimplementasikan oleh bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari dan telah menjadi sikap dan perbuatan hidupnya sehari-hari. Pekerjaan semacam ini bukanlah suatu hal yang mudah, karena pada hakekatnya yang tahu betul Pancasila sudah diterapkan atau belum adalah orang yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam hal pembuktian ini, kita hanya menitikberatkan pada hal-hal yang nyata dalam ruang dan waktu, misalnya:
- Kita meneliti peraturan yang ada. Jika peraturan tersebut merupakan realisasi Pancasila, kita dapat mengatakan bahwa Pancasila telah dilaksanakan secara nyata di dalam peraturan itu.
- Jika masyarakat Indonesia telah melakukan gotong royong, rukun, saling tolong-menolong, dan berlaku adil terhadap sesamanya, kita dapat mengatakan bahwa Pancasila memang hidup subur di dalam masyarakat Indonesia.
Tentunya sulit sekali bagi kita untuk menunjukkan jumlah tertentu, apalagi tidak mungkin kita lalu mengatakan semua orang. Kita pun dihadapkan pada kenyataan, bahwa di dalam masyarakat terjadi juga perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai Pancasila, misalnya penipuan, penganiayaan, perkelahian, dan berbagai pelanggaran serta kekejaman lainnya.
Jika kita perhatikan dengan seksama pelanggaran tersebut, hanya merupakan kejadian yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan perbuatan dan kejadian yang terpuji. Karena itu kita dapat mengatakan bahwa Pancasila telah dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Dan kita dapat menyimpulkan bahwa Pancasila merupakan realita atau kenyataan hidup bangsa Indonesia.
2.3.2. Pancasila dikaji dengan pendekatan Kosmologi
Pendekatan Kosmologi dalam kaitannya dengan usaha pengkajian Pancasila, bisa ditinjau dari ruang, waktu, dan gerakan.
Tinjauan menurut ruang
Dalam kehidupan sehari-hari (terutama pada masa PEMILU sekarang ini) banyak yang menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia, Pancasila adalah kepribadian bangsa Indonesia dan Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia.
Pernyataan-pernyataan tersebut selalu menyebutkan kata Indonesia. Ini berarti bahwa Pancasila mempunyai ruang lingkup Indonesia. Pancasila harus berlaku di seluruh daerah Indonesia, harus dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia. Pancasila harus dilaksanakan di dalam segala kegiatan kenegaraan, kemasyarakatan, dan orang-orang Indonesia.
Di dalam Pancasila itu sendiri, tercantum jelas kata Indonesia di dalam sila ketiga (Persatuan Indonesia) dan kelima (Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia). Lalu apakah sila pertama, kedua dan keempat tidak berarti diterapkan di Indonesia? Menjawab pertanyaan ini diperlukan kesadaran dan pemahaman bahwa sila-sila dalam Pancasila itu adalah satu kesatuan yang menyeluruh dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Sila-sila dalam Pancasila juga saling mengisi dan mengkualifikasi antara yang satu dengan yang lainnya. Jadi jelas jika sila pertama, kedua, dan keempat walaupun tidak menyebutkan secara eksplisit kata Indonesia, namun secara implisit lewat hubungannya dengan sila-sila yang lain bermakna juga diterapkan di Indonesia.
Lalu pertanyaan selanjutnya, apakah ruang lingkup Pancasila hanya terbatas di Indonesia saja? Jawabannya jelas, bahwa Pancasila wajib berlaku di seluruh Indonesia tetapi tidak wajib berlaku bagi bangsa-bangsa lain. Meskipun demikian jika sekiranya bangsa lain mau menerima Pancasila setidak-tidaknya esensi atau jiwa Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan, kami kira tidak ada yang keberatan. Justru dengan diterapkannya Pancasila pada bangsa lain, berarti Pancasila yang mempunyai ruang lingkup Indonesia dapat mengembangkan diri ke ruang lingkup yang lebih luas.
Tinjauan menurut waktu
Ditinjau dari sudut waktu, Pancasila yang unsur-unsurnya sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia (sesuai dengan esensi sila-sila Pancasila yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan), merupakan semangat bangsa Indonesia yang kemudian dicetuskan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagai suatu revolusi, pada tanggal 17 Agustus 1945 itu terjadi suatu perubahan yang radikal dan cepat. Perubahan samapai ke akar-akarnya, menolak yang kemarin dan membangun untuk hari esok. Pada hakekatnya revolusi Indonesia adalah revolusi Pancasila. Itu karena apa yang ditolak adalah yang tidak sesuai dengan ajaran Pancasila. Penjajahan pada hakekatnya bertentangan dengan Pancasila karena tidak sesuai dengan Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.
Karena Proklamasi 17 Agustus 1945 tidak dapat dipisahkan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, maka semangat Proklamasi yaitu semangat Pancasila juga tidak dapat dipisahkan dengan Semangat Undang-Undang Dasar 1945. Karena Negara Indonesia adalah Negara Proklamasi 17 Agustus 1945, maka semangat Negara Indonesia adalah Pancasila. Karena Negara Indonesia disusun dan dibentuk untuk waktu yang tidak terbatas, maka Pancasila juga berlaku untuk waktu yang tidak terbatas atau dengan kata lain abadi. Semua hal tentang Pancasila menurut tinjauan waktu bisa digambarkan sebagai berikut,


Tinjauan menurut gerakan
Ditinjau dari gerakan, Pancasila bisa dinyatakan tetap dan bisa juga dinyatakan dinamik. Pancasila dinyatakan tetap karena Pancasila merupakan fundamen atau dasar paling pokok dari pada negara. Di atas dasar itulah Negara Republik Indonesia berdiri dengan kuat. Oleh karena unsur-unsur Pancasila bersal dari bangsa Indonesia sendiri, maka Pancasila sebagai jiwa bangsa dan dasar Indonesia adalah tetap dan tidak berubah sepanjang waktu.
Pancasila dinyatakan dinamik karena Pancasila juga merupakan tujuan bangsa Indonesia sehingga mampu menggerakkan bangsa Indonesia menuju kecita-citanya yaitu masyarakat adil-makmur, material spiritual berdasarkan Pancasila.












BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah dipaparkan dalam bagian pembahasan, adapun kesimpulan yang dapat penulis ambil adalah sebagai berikut:
1. Metafisika berasal dari kata meta ta fisika yang artinya ialah sesuatu yang adanya setelah fisika. Oleh Aristoteles metafisika disebut sebagai filsafat pertama. Metafisika ialah cabang filsafat yang menyelidik prinsip-prinsip pertama dari suatu hal. Metafisika dapat didefinisikan sebagai studi atau pemikiran tentang filsafat yang terdalam (ultimate nature) dari kenyataan atau keberadaan.
2. Metafisika sebagai cabang dari filsafat memiliki beberapa cabang lagi, diantaranya ontologis dan kosmologis. Ontologis adalah cabang metafisika yang membicarakan hakekat segala sesuatu. Yang dibicarakan oleh ontologi antara lain ialah substansi, esensi, dan realita. Kosmologis adalah cabang metafisika yang membicarakan segala sesuatu yang ada yang teratur. Yang dibicarakan adalah tentang ruang, waktu, dan gerakan.
3. Dari sudut pandang ontologis, Kajian Pancasila bisa dilihat berdasarkan esensinya, substansinya, dan realitanya. Esensi dari Pancasila yaitu sila pertama adalah tuhan, sila kedua adalah manusia, sila ketiga adalah satu, sila keempat adalah rakyat, dan sila kelima adalah adil. Substansi dari Pancasila adalah berasal dari kebudayaan, adat istiadat, kepercayaan, dan agama bangsa Indonesia itu sendiri. Realita Pancasila saat ini adalah telah dilaksanakan secara konsisten oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Walaupun tidak sedikit pula yang menyimpang tetapi jumlahnya lebih sedikit dari pada yang melaksanakan Pancasila. Dari sudut pandang Kosmologi, Kajian Pancasila bisa dilihat berdasarkan ruang, waktu, dan gerakan. Ruang lingkup Pancasila adalah di Indonesia, tapi tidak tertutup kemungkinan untuk negara lain menggunakan Pancasila juga. Dari sudut waktu, Pancasila adalah ideologi yang abadi selama negara proklamasi 17 Agustus 1945 yaitu indonesia masih ada. Dari sudut gerakan, Pancasila bisa statis dan juga dinamis sesuai dengan penggunaannya



3.2. Saran
Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Untuk itu kita sebagai manusia Indonesia harus mengamalkan nilai-nilai Pancasila secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih lagi bagi yang telah membaca makalah ini, tentunya punya motivasi yang lebih untuk mengamalkan Pancasila dan tidak hanya belajar teorinya saja.

0 komentar:

Posting Komentar